Ramadhan 1437 H tak berapa lama lagi
akan beranjak pergi. Sungguh terasa berlalu begitu cepat, padahal masih
dirindui. Ada keengganan hati untuk berpisah .Kedamaian masuk ke segenap
penjuru rumah tangga muslim. Lantunan ayat suci Al Qur’an bergema menggugah jiwa.
Prilaku orang berpuasa menumbuhkan semangat untuk beramal. Kita lebih banyak
mendengar ucapan-ucapan yang menginspirasi, nasehat petuah yang bersumber dari
kalam Ilahi dan Hadist Nabi. Dan kita juga telah banyak belajar untuk bersikap
bijak di tengah perbedaan. Dan inilah berkah dan rahmat dai Allah SWT yang
diberikan kepada orang yang bertaqwa.
Di penghujung Ramadhan ini, marilah kita
tingkatkan amalan-amalan. Lebih mendekatkan diri kepada Allah. Lebih banyak
bersyukur daripada mengeluh. Memperbanyak sholat malam, menjaga tutur dari
hal-hal yang keji dan sia-sia. Semakin meningkatkan kepedulian terhadap sesama
di sekitar lingkungan kita.
Karena, lingkungan sekitar adalah
merupakan ladang untuk beramal. Perlu kepekaan perasaan, hati dan jiwa guna menyikapi
kondisinya. Semisal mencermati kesenjangan sosial. Kesenjangan itu ditandai
dengan adanya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, sekat antara jelata
dan penguasa. Jarak antara yang jaya dan yang papa. Jika kondisi tersebut
dibiarkan begitu saja, tanpa apa kepedulian. Atau kepedulian sebatas kata tanpa
tindakan nyata. Maka kita meyakini bahwa justru itu akan menimbulkan konflik di
tengah masyarakat kita. Suatu kondisi berbanding terbalik dengan cita-cita
bangsa kita, yakni “Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.”
Perhatikan
firman Allah SWT:
Artinya : Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’rof : 96)
Ikwani,
Mari kita renungkan sebuah kisah
Rosulullah SAW dan seorang anak yatim di hari Iedhul Fitri !
Kisah ini terjadi di kota Madinah. Adalah sebuah
kebiasaan Nabi kita di setiap pagi Iedhul Fitri, beliau mengunjungi setiap
rumah, melihat secara langsung kegembiraan kaum muslimin di hari raya.
Semua
tampak gembira, tanpa terkecuali kebahagiaan itu dirasakan oleh pula anak-anak
(*kenanglah bagaimana kebahagiaan kita di hari raya saat masih anak-anak berada
di tengah orang-orang yang kita cintai, dan mungkin mereka kini telah tiada)..
Mereka berbahagia dibalut oleh pakaian yang indah.
Ditengah
perjanan, tiba-tiba pandangan Rosululloh tertuju pada satu sudut jalan. Beliau
melihat ada seorang anak kecil yang tampak tak terurus. Seharusnya, gadis kecil
itu turut berbahagia seperti kebahagiaan yang menghampiri kawan-kawan
sepermainannya yang lain. Gadis kecil itu menangis tersedu menutupi wajahnya.
Seakan tak kuasa mengangkat wajah karena rasa duka nan mendalam. Nabi kita
melangkah menghampiri gadis kecil tadi. Dengan kelembutan hatinya, Nabi
mengelus kepala gadis kecil itu sembari bertanya “Mengapa kamu menangis?
Bukankah ini adalah hari raya?
Gadis
kecil itu tetap tak mengangkat wajah, dan dia mulai bercerita tentang kesedihan
yang menimpanya. Dia bercerita bahwa telah menjadi harapan berbahagia di hari
raya bersama dengan orang tua. Sementara aku hanya bisa mengenang ayahku yang
kini telah tiada. Ayahku telah mati syahid berjuang meninggikan agama Allah
SWT. Kini tiada lagi ayah yang selalu menyayangiku, membahagiakanku di kala hari
raya. Sementara alangkah bahagianya mereka bersama para orang tua. Kini aku
adalah seorang yatim. Karena itulah aku menangis.
Nabi
kita sangat terharu mendengar kisah anak kecil itu. Beliau membelai lagi kepala
gadis kecil itu dan dengan tulus berkata : “Anakku, apakah kamu ingin jika aku
menjadi ayahmu? Apakah kamu ingin jika Fatimah menjadi kakak perempuanmu? Dan
maukah kamu jika Aisyah sebagai ibumu?
Seketika
tangisan itu terhenti. Dia mengangkat wajahnya memandang siapa yang telah
berada di hadapannya. Ternyata adalah baginda Muhammad SAW. Gadis yatim itu menganggukkan
kepala sebagai pertanda menyetujui tawaran nabi.
Rosululloh
menggandeng tangan kecil anak itu, membawanya menuju kediamannya. Sesampainya
di rumah, anak itu dibersihkan oleh tangan nabi. Menyisir rambutnya, dan
diberikan pakaian yang indah. Memberikan makanan, dan beliau jua mengantar gadis kecil itu bermain bersama
anak-anak lainnya.
Subhanallah,
inilah kelembutan hati nabi kita. Anak itu kini telah memiliki seorang ayah
yang terbaik. Seorang nabi penutup yang membawa cahaya kebenaran.
Ikwani,
Semoga kisah tadi mampu
menginspirasi kita untuk semakin peduli kepada lingkungan sekitar kita. Di
sekitar kita masih banyak anak-anak yang kurang beruntung. Bagi mereka,
kepedulian kecil yang kita bagi adalah bernilai besar. Berbahagia di hari raya
bersama orang-orang tercinta. Nabi SAW bersabda : "Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga
kelak", sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan
telunjuknya, demikianlah sabda baginda s.a.w. (H.R.
Bukhari). Dan pada kesempatan lain beliau pun berkata : "Sebaik-baik rumah tangga muslim ialah
yang di dalamnya ada anak yatim yang dilayani dengan baik"
(H.R. Ibnu Majah).
Firman
Allah SWT dalam Surat Al Ma’un : 1-7:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar