Rabu, 29 Juni 2016

BELAJAR DARI KISAH KAN'AN PUTRA NABI NUH AS


Pada beberapa kasus, anak lebih patuh dan bersikap baik kepada temannya dibandingkan bersikap santun kepada orang tuanya.  Bercermin pada keadaan masa lalu, ketika norma-norma diaplikasikan bukan terbatas slogan belaka. Anak sangat patuh kepada orang tua mereka. Kelanjutannya diluar lingkungan keluarga adalah anak juga hormat kepada guru dan orang yang lebih tua. Alhasil, prestasi belajar pun adalah sangat baik. Karena rasa patuh telah tertanam dalam keluarga, anak juga turut menerapkannya pada lingkungan sekolah. Sehingga mampu menyerap materi pelajaran secara optimal.
Seharusnya, perkembangan tekhnologi dan informasi menjadikan segalanya semakin baik. Justru yang banyak digandrungi berupa hal-hal yang mengarah negatip. Misalnya :
v Banyak pilihan jenis game online. Memberikan kesenangan kepada anak karena sikap alamiah usia anak adalah suka bermain. Apabila tanpa kontrol akan memberikan dampak munculnya rasa malas belajar, dan gangguan kesehatan.
v Ragam jejaring sosial. Jika salah dalam menggunakan fungsi positifnya akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Muncul sikap egois, terlalu asik hingga menarik diri dari lingkungan pergaulan sekitar keluarga dan lingkungan.
v Sikap mengutamakan materi. Bersenang-senang, berpesta, dan cenderung mengabaikan kepentingan orang lain.
v Dan sejumlah dampak negatip lainnya.
Ironis jika membandingkannya dengan keadaan sekarang. Begitu banyak keluhan terlontar sebagai efek dari pergeseran nilai. Lumrah jika pada akhirnya kita turut prihatin dan merasa terpanggil dengan kondisi demikian. Karena kita menyadari bahwa anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Kepada mereka lah menumpukan harapan dan cita-cita. Untuk merubahnya, memang tidak dapat dilakukan secara instan.
Anak-anakku ! Anak yang membangkang kepada orang tuanya juga pernah terjadi di kehidupan umat terdahulu. Mari kita simak ceritanya untuk dijadikan perenungan agar kita bisa menjadi generasi yang lebih baik, santun dan menyayangi orang tua kita.

Nabi Nuh AS senantiasa mengajak putranya yang bernama Kan’an untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perintah Allah SWT. Agar dia selalu berada dalam kebenaran, terlebih harus percaya kepada sumber datangnya kebenaran yaitu Allah ta’ala. Sebagai seorang anak seorang nabi seharusnya dia menjadikan ayahnya sebagai teladan. Seharusnya sebagai orang terdepan yang membela ayahnya. Justru dia menjadi duri bagi perjuangan ayahnya yang membimbing ummat agar mengakui keesaan Allah. Dia menolak nasehat dan ajaran nabi Nuh AS. Membangkang kepada ayahnya yang sudah memberikan peringatan akan turunnya azab dari Allah SWT.
Hati seorang ayah tetaplah seorang ayah. Nabi Nuh AS tidak ingin Kan’an mendapatkan azab bersama orang-orang yang telah tertutup mata hatinya dari kebenaran. Beliau tidak tega apabila putranya harus binasa dalam kekafiran. Berulang kali beliau menasehati Kan’an agar beriman kepada Allah SWT.
Dan tibalah saat azab diturunkan. Firman Allah dalam Surat Al  Mu’minun ayat 23-26 :
 Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. la tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu." Nuh berdo'a: "Ya Tuhanku, tolonglah aku , karena mereka mendustakan aku."
Allah membuka pintu-pintu langit, terjadilah hujan deras disertai topan dan badai. Dan memancar seluruh mata air. Dalam keadaan demikian nabi Nuh AS tetap memanggil Kan’an agar segera menaiki bahtera. Sekali lagi dengan sikap membangkangnya Kan’an menolak seruan nabi Nuh AS. Kisah ini tercantum di Al Qur’an pada surat Hud ayat 42-43 :
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka (Nabi Nuh dan pengikutnya) dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada pada tempat terpencil : “Hai Anakku naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan Gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan (QS. Hud, 11 :42-43).
                Anak-anakku!  Kan’an dibinasakan bersama orang-orang kafir. Walau Kan’an adalah putra nabi Nuh AS, nabi Nuh tetap tidak dapat menyelamatkannya. Oleh sebab pembangkangan kepada ayahnya. Kedurhakaan yang sangat besar kepada orang yang telah menjaga dan merawat semenjak kecil hingga dewasa dengan penuh curahan rasa kasih sayang. Karenanya, bersikap sopan dan santunlah kepada orang tua kita. Lemah lembut bersikap kepada mereka. Dan jadikan kisah Kan’an sebagai pelajaran dalam hidup.
                Memang benar jika seorang ayah tidak merasakan besarnya penderitaan seperti penderitaan yang dialami oleh ibu. Dimana seorang ibu berjuang, bersusah payah mengandung, melahirkan dan menyusui. Namun jasa seorang ayah juga tidak kalah besarnya. Dia mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Bekerja keras membanting tulang, dan sering kita mendengar dan menyaksikan banyak ayah yang gugur saat berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Bukannya uang yang dibawa pulang, justru jasad kaku yang sudah tidak bisa lagi menghidupi keluarga. Kita tidak akan pernah bisa membalas pengorbanan mereka sampai kapan pun. Tapi rasa hormat dan patuh kita kepada mereka dapat menjadi semangat dan motivasi bagi mereka.
                Renungkan sebuah kalimat bijak yang berbunyi: “Semua orang belum tentu bisa hidup sampai tua, namun semua orang pastilah memiliki orang tua”. Perlakukan mereka dengan baik, penuh kasih sayang dan kesopanan. Niscaya Allah pun akan mencurahkan rahmat_Nya dalam kehidupan kita. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada kita. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar