Rabu, 27 Juli 2016
Selasa, 05 Juli 2016
MEMAKNAI 1 SYAWAL 1437 H
Bulan
Ramadhan 1437 H telah pergi dari tengah kita dengan meninggalkan begitu banyak kesan. Serasa
masih ingin berada di bulan yang dirindui itu. Bagaimana tidak, didalamnya
terdapat banyak amalan yang dinilai pahala berlipat ganda dan di turunkannya
malam lailatul qadar satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bagi orang
yang beriman, kehadiran Ramadhan selalu dinanti dan dirindui untuk meningkatkan
ketaatan kehadirat Allah Ta’ala. Dengan melaksanakan amaliah-amaliah di bulan Ramadhan
penuh keikhlasan mengharapkan ridho ilahi.
Alangkah
meruginya manusia ketika di berikan Ramadhan justru tidak mampu merubah
ketaatannya selepas bulan suci itu berlalu. Aktivitas di siang hari tidak lebih
dari menantikan datangnya saat berbuka puasa, berhibur, alokasi dana lebih untuk
santapan berbuka dan sahur. Ada yang mengisi Ramadhan dengan pemborosan sehingga
sangat jauh dengan tujuan dihadirkannya Ramadhan yakni menjadi insan yang
bertakwa.
Bagi
umat yang beruntung, dia akan mengisinya dengan semakin mendekatkan diri kepada
Allah SWT, berbagi dengan fakir miskin, merenungi segala kesalahan di masa lalu
dan berusaha memperbaikinya, memperbanyak zikir, menjauhi kefasikan dan
kemusrikan. Sehingga dia akan benar- benar merasakan
keindahan yang hakiki di bulan suci. Dan selalu memohon kepada Allah Ilahi
Robbi agar dipertemukan lagi dengan Ramadhan yang akan datang.
Sabda
Rosulullah SAW :
“Seandainya umatku tahu keutamaan bulan puasa,
tentu mereka akan meminta supaya bulan yang ada dijadikan puasa selamanya. (HR. Ibnu Majah).
Kualitas
keimanan semakin lebih baik, tarbiyah dikala Ramadhan diaplikasikan dalam
kehidupan. Bukan dengan anggapan “Ketika Ramadhan berlalu maka berlalu jualah
hikmah ramdhan”. Semoga kita tergolong pada orang-orang yang beruntung. Amiin
ya robbal a’lamiin.
Kini
1 syawal telah menemui kita. Iedhul Fitri pun tiba. Hati kita bergetar tatkala
takbir, tahmid dan tahlil bergema. Umat Islam bersuka cita menyambut Iedhul
Fitri. Bahagia karena telah menyelesaikan rangkaian ibadah Ramadhan sembari
mengharapkan pahala dari Allah SWT. Bahagia karena kembali pada kesucian.
Bahagia karena Islam tetap tegak berdiri di bumi Allah.
Iedhul
Fitri bagi kita di Indonesia dijadikan sebagai momentum berkumpul bersama
keluarga. Mempererat silaturrahmi saling bermaaf-maafan dengan mengunjungi
tetangga dan kerabat. Dalam Al Qur’an di
jelaskan bahwa:
“Tetapi orang yang bersabar dan
memaafkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan.” (QS. Asy-Syura : 43)
Ikwani,
Firman
Allah SWT:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(Al
Imron:103)
Mari
kita maknai Hari Raya Iedhul Fitri 1437 H dengan semakin meningkatkan tali ukhuwah
Islamiyah. Karena dengan eratnya tali ukhuwah diantara kita akan mampu
menumbuhkan kerukunan hidup berbangsa dan bernegara ditengah perbedaan dalam
menggerakkan roda pembangunan nasional. Selamat Hari Raya Iedhul Fitri 1 Syawal
1437 H. Taqabbalallahu minna waminkum
wa ahalahullahu ‘alaik.
Rabu, 29 Juni 2016
BELAJAR DARI KISAH KAN'AN PUTRA NABI NUH AS
Pada beberapa kasus, anak lebih patuh
dan bersikap baik kepada temannya dibandingkan bersikap santun kepada orang
tuanya. Bercermin pada keadaan masa
lalu, ketika norma-norma diaplikasikan bukan terbatas slogan belaka. Anak
sangat patuh kepada orang tua mereka. Kelanjutannya diluar lingkungan keluarga
adalah anak juga hormat kepada guru dan orang yang lebih tua. Alhasil, prestasi
belajar pun adalah sangat baik. Karena rasa patuh telah tertanam dalam
keluarga, anak juga turut menerapkannya pada lingkungan sekolah. Sehingga mampu
menyerap materi pelajaran secara optimal.
Seharusnya, perkembangan tekhnologi dan
informasi menjadikan segalanya semakin baik. Justru yang banyak digandrungi
berupa hal-hal yang mengarah negatip. Misalnya :
v Banyak pilihan
jenis game online. Memberikan kesenangan kepada anak karena sikap alamiah usia
anak adalah suka bermain. Apabila tanpa kontrol akan memberikan dampak
munculnya rasa malas belajar, dan gangguan kesehatan.
v Ragam jejaring
sosial. Jika salah dalam menggunakan fungsi positifnya akan berdampak pada
tumbuh kembang anak. Muncul sikap egois, terlalu asik hingga menarik diri dari
lingkungan pergaulan sekitar keluarga dan lingkungan.
v Sikap
mengutamakan materi. Bersenang-senang, berpesta, dan cenderung
mengabaikan kepentingan orang lain.
v Dan
sejumlah dampak negatip lainnya.
Ironis jika membandingkannya dengan
keadaan sekarang. Begitu banyak keluhan terlontar sebagai efek dari pergeseran
nilai. Lumrah jika pada akhirnya kita turut prihatin dan merasa terpanggil dengan
kondisi demikian. Karena kita menyadari bahwa anak adalah penerus cita-cita
perjuangan bangsa. Kepada mereka lah menumpukan harapan dan cita-cita. Untuk
merubahnya, memang tidak dapat dilakukan secara instan.
Anak-anakku ! Anak yang membangkang
kepada orang tuanya juga pernah terjadi di kehidupan umat terdahulu. Mari kita
simak ceritanya untuk dijadikan perenungan agar kita bisa menjadi generasi yang
lebih baik, santun dan menyayangi orang tua kita.
Nabi Nuh AS senantiasa mengajak putranya
yang bernama Kan’an untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perintah
Allah SWT. Agar dia selalu berada dalam kebenaran, terlebih harus percaya
kepada sumber datangnya kebenaran yaitu Allah ta’ala. Sebagai seorang anak
seorang nabi seharusnya dia menjadikan ayahnya sebagai teladan. Seharusnya
sebagai orang terdepan yang membela ayahnya. Justru dia menjadi duri bagi
perjuangan ayahnya yang membimbing ummat agar mengakui keesaan Allah. Dia
menolak nasehat dan ajaran nabi Nuh AS. Membangkang kepada ayahnya yang sudah
memberikan peringatan akan turunnya azab dari Allah SWT.
Hati seorang ayah tetaplah seorang ayah.
Nabi Nuh AS tidak ingin Kan’an mendapatkan azab bersama orang-orang yang telah
tertutup mata hatinya dari kebenaran. Beliau tidak tega apabila putranya harus binasa
dalam kekafiran. Berulang kali beliau menasehati Kan’an agar beriman kepada
Allah SWT.
Dan tibalah saat azab diturunkan. Firman
Allah dalam Surat Al Mu’minun ayat 23-26
:
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai
kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Maka
pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang ini
tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang
yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus
beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini
pada masa nenek moyang kami yang dahulu. la tidak lain hanyalah seorang
laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu
waktu." Nuh berdo'a: "Ya Tuhanku, tolonglah aku , karena mereka
mendustakan aku."
Allah membuka pintu-pintu langit,
terjadilah hujan deras disertai topan dan badai. Dan memancar seluruh mata air.
Dalam keadaan demikian nabi Nuh AS tetap memanggil Kan’an agar segera menaiki
bahtera. Sekali lagi dengan sikap membangkangnya Kan’an menolak seruan nabi Nuh
AS. Kisah ini tercantum di Al Qur’an pada surat Hud ayat 42-43 :
Dan bahtera itu
berlayar membawa mereka (Nabi Nuh dan pengikutnya) dalam gelombang laksana
gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada pada tempat
terpencil : “Hai Anakku naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu
bersama orang-orang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke
gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata: “Tidak ada yang
melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.”
Dan Gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan (QS. Hud, 11 :42-43).
Anak-anakku! Kan’an dibinasakan bersama orang-orang kafir. Walau
Kan’an adalah putra nabi Nuh AS, nabi Nuh tetap tidak dapat menyelamatkannya.
Oleh sebab pembangkangan kepada ayahnya. Kedurhakaan yang sangat besar
kepada orang yang telah menjaga dan merawat semenjak kecil hingga dewasa dengan
penuh curahan rasa kasih sayang. Karenanya, bersikap sopan dan santunlah kepada
orang tua kita. Lemah lembut bersikap kepada mereka. Dan jadikan kisah Kan’an
sebagai pelajaran dalam hidup.
Memang benar jika seorang ayah
tidak merasakan besarnya penderitaan seperti penderitaan yang dialami oleh ibu.
Dimana seorang ibu berjuang, bersusah payah mengandung, melahirkan dan
menyusui. Namun jasa seorang ayah juga tidak kalah besarnya. Dia mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Bekerja keras membanting tulang, dan
sering kita mendengar dan menyaksikan banyak ayah yang gugur saat berusaha memenuhi
kebutuhan anak-anaknya. Bukannya uang yang dibawa pulang, justru jasad kaku
yang sudah tidak bisa lagi menghidupi keluarga. Kita tidak akan pernah bisa
membalas pengorbanan mereka sampai kapan pun. Tapi rasa hormat dan patuh kita
kepada mereka dapat menjadi semangat dan motivasi bagi mereka.
Renungkan sebuah kalimat bijak yang berbunyi: “Semua orang belum tentu bisa hidup sampai tua, namun semua
orang pastilah memiliki orang tua”. Perlakukan mereka dengan baik, penuh kasih
sayang dan kesopanan. Niscaya Allah pun akan mencurahkan rahmat_Nya dalam kehidupan kita. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan lahir
dan bathin kepada kita. Amiin.
Senin, 27 Juni 2016
MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK
Problematika
dalam hidup adalah sesuatu yang menyertai juga memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Ketepatan berpikir dan kemampuan memanajemen emosional merupakan
kunci dalam menangani problematika tersebut. Walau tak sedikit yang tak
menyadari itu. Dan tentunya tidak segala bentuk problem dapat dilampaui oleh
pribadi yang menerima rintangan dan tantangan itu.
Dengan adanya
problem dalam kehidupan, maka disitulah menunjukkan eksistensi manusia sebagai
makhluk terbaik yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Berbeda dan terbaik dibanding
makhluk lain yang juga diciptakan karena diberikan potensi untuk berfikir
dengan segenap kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kembali pada
pernyataan bahwa tidak segala bentuk problem dapat dilampaui oleh pribadi yang
menerima rintangan dan tantangan. Disinilah menunjukkan bahwa manusia juga
sebagai makhluk sosial. Berhubungan dengan pribadi lainnya, untuk saling
melengkapi dan berinteraksi serta saling mempengaruhi antara satu individu
dengan individu lainnya.
Jika dihubungkan
dengan aktivitas di dunia pendidikan. Istilah saling mempengaruhi juga
merupakan konsumsi pokok dalam rangka menuju arah kemajuan yang ingin dicapai.
Kemajuan pencapaian peserta didik dipengaruhi oleh pola pengajaran yang
diberikan guru. Dan kemampuan guru memberikan solving problem berkat pengaruh
dari kondisi yang dialami oleh peserta didik. Dalam hal ini ada sebuah mata
rantai yang berhubungan. Antara guru dan peserta didik.
Salah satu
permasalahan umum yang sering kita temukan dalam menunaikan aktivitas selaku
pengajar adalah tingkat kepercayaan diri peserta didik. Sering ditemukan kasus
bahwa peserta didik tidak mampu bersaing, merasa minder, tidak yakin terhadap
potensi dirinya, malas mencoba yang kelak berujung pada kondisi prestasi
belajar dan kemampuan mengembangkan diri. Padahal, pendidikan ditempatkan untuk
mempersiapkan generasi yang tangguh. Generasi yang mampu menghadapi perubahan
zaman yang semakin kompetitif.
Maka peranan
guru sebagai seorang kreator menjadi vital. Berikan kesempatan kepada peserta
didik untuk semakin mengembangkan minat dan bakatnya. Selalu memfasilitasi
semisal mengikuti perlombaan-perlombaan yang dilaksanakan oleh berbagai
komponen masyarakat. Dengan demikian mereka akan belajar banyak hal berdasarkan
pengalaman yang telah dialami. Meningkatkan kecakapan dan memperbaiki
kekurangan demi pencapaian sempurna. Senada dengan sebuah konsepsi bahwa “
Pengalaman sebagai guru terbaik”.
Seperti halnya
yang dilakukan oleh segenap pengajar dan pelatih di SDN. 003 Samarinda
Seberang. Sepanjang tahun ajaran 2015/2016 ini telah mengikuti berbagai
perlombaan. Dengan perolehan prestasi membanggakan. Ini adalah bentuk kesadaran
bahwa dengan semakin sering menampilkan kemampuan peserta didik di khalayak
umum maka akan semakin menumbuhkan rasa percaya diri kepada peserta didik serta
kebanggaan sebagai komponen pendidikan. Menumbuhkan rasa percaya diri itulah
yang menjadi reward mengapa harus sering mengikuti kegiatan lomba.
Sebagai contoh
pada ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FL2SN) tahun 2016, sejumlah
prestasi diperoleh peserta didik SDN.003 Samarinda Seberang. Meskipun tidak di
semua cabang lomba dapat melanjutkan kiprahnya di level selanjutnya. Dan untuk
pertama kalinya, cabang lomba pantomin dapat melanjutkan ke level tingkat
provinsi. Sebuah pencapaian yang membanggakan mengingat dalam tempo yang
terbilang singkat, Bapak Adi Satria Hermawan, S.Pd berhasil mengarsiteki
kontingen pantomin SDN.003 Samarinda Seberang hingga mencapai juara.
Prestasi ini
diharapkan akan terus berlanjut. Mengingat semakin jauh mengikuti lomba maka
akan semakin memberikan peluang besar kepada peserta didik dalam rangka
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Dan diharapkan pula jika prestasi
yang diperoleh mampu ditularkan pada cabang-cabang lomba lain dimasa-masa yang
akan datang.
Memang untuk berbicara jumlah perolehan bilangan prestasi lomba, prestasi yang dimiliki belum sebanyak yang diperoleh oleh
beberapa sekolah lain. Tugas kami adalah selalu berinovasi dengan kapasitas dan
sumberdaya yang tersedia. Tidak pernah lelah mencoba. Karena dengan mengikut
sertakan peserta didik dalam kompetisi merupakan salah satu cara jitu menumbuhkan rasa
percaya diri mereka disamping metoda lainnya. Dan tentunya berpengaruh pula pada kinerja guru memacu pencapaian prestasi siswa. Rasa percaya diri akan menjadi modal mereka dalam menjalani tantangan dimasa depan. Walau demikian adanya, do’a dan restu serta dukungan tetap
menjadi harapan kami.
Jumat, 24 Juni 2016
KEPEDULIAN TERHADAP ANAK YATIM
Ramadhan 1437 H tak berapa lama lagi
akan beranjak pergi. Sungguh terasa berlalu begitu cepat, padahal masih
dirindui. Ada keengganan hati untuk berpisah .Kedamaian masuk ke segenap
penjuru rumah tangga muslim. Lantunan ayat suci Al Qur’an bergema menggugah jiwa.
Prilaku orang berpuasa menumbuhkan semangat untuk beramal. Kita lebih banyak
mendengar ucapan-ucapan yang menginspirasi, nasehat petuah yang bersumber dari
kalam Ilahi dan Hadist Nabi. Dan kita juga telah banyak belajar untuk bersikap
bijak di tengah perbedaan. Dan inilah berkah dan rahmat dai Allah SWT yang
diberikan kepada orang yang bertaqwa.
Di penghujung Ramadhan ini, marilah kita
tingkatkan amalan-amalan. Lebih mendekatkan diri kepada Allah. Lebih banyak
bersyukur daripada mengeluh. Memperbanyak sholat malam, menjaga tutur dari
hal-hal yang keji dan sia-sia. Semakin meningkatkan kepedulian terhadap sesama
di sekitar lingkungan kita.
Karena, lingkungan sekitar adalah
merupakan ladang untuk beramal. Perlu kepekaan perasaan, hati dan jiwa guna menyikapi
kondisinya. Semisal mencermati kesenjangan sosial. Kesenjangan itu ditandai
dengan adanya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, sekat antara jelata
dan penguasa. Jarak antara yang jaya dan yang papa. Jika kondisi tersebut
dibiarkan begitu saja, tanpa apa kepedulian. Atau kepedulian sebatas kata tanpa
tindakan nyata. Maka kita meyakini bahwa justru itu akan menimbulkan konflik di
tengah masyarakat kita. Suatu kondisi berbanding terbalik dengan cita-cita
bangsa kita, yakni “Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.”
Perhatikan
firman Allah SWT:
Artinya : Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’rof : 96)
Ikwani,
Mari kita renungkan sebuah kisah
Rosulullah SAW dan seorang anak yatim di hari Iedhul Fitri !
Kisah ini terjadi di kota Madinah. Adalah sebuah
kebiasaan Nabi kita di setiap pagi Iedhul Fitri, beliau mengunjungi setiap
rumah, melihat secara langsung kegembiraan kaum muslimin di hari raya.
Semua
tampak gembira, tanpa terkecuali kebahagiaan itu dirasakan oleh pula anak-anak
(*kenanglah bagaimana kebahagiaan kita di hari raya saat masih anak-anak berada
di tengah orang-orang yang kita cintai, dan mungkin mereka kini telah tiada)..
Mereka berbahagia dibalut oleh pakaian yang indah.
Ditengah
perjanan, tiba-tiba pandangan Rosululloh tertuju pada satu sudut jalan. Beliau
melihat ada seorang anak kecil yang tampak tak terurus. Seharusnya, gadis kecil
itu turut berbahagia seperti kebahagiaan yang menghampiri kawan-kawan
sepermainannya yang lain. Gadis kecil itu menangis tersedu menutupi wajahnya.
Seakan tak kuasa mengangkat wajah karena rasa duka nan mendalam. Nabi kita
melangkah menghampiri gadis kecil tadi. Dengan kelembutan hatinya, Nabi
mengelus kepala gadis kecil itu sembari bertanya “Mengapa kamu menangis?
Bukankah ini adalah hari raya?
Gadis
kecil itu tetap tak mengangkat wajah, dan dia mulai bercerita tentang kesedihan
yang menimpanya. Dia bercerita bahwa telah menjadi harapan berbahagia di hari
raya bersama dengan orang tua. Sementara aku hanya bisa mengenang ayahku yang
kini telah tiada. Ayahku telah mati syahid berjuang meninggikan agama Allah
SWT. Kini tiada lagi ayah yang selalu menyayangiku, membahagiakanku di kala hari
raya. Sementara alangkah bahagianya mereka bersama para orang tua. Kini aku
adalah seorang yatim. Karena itulah aku menangis.
Nabi
kita sangat terharu mendengar kisah anak kecil itu. Beliau membelai lagi kepala
gadis kecil itu dan dengan tulus berkata : “Anakku, apakah kamu ingin jika aku
menjadi ayahmu? Apakah kamu ingin jika Fatimah menjadi kakak perempuanmu? Dan
maukah kamu jika Aisyah sebagai ibumu?
Seketika
tangisan itu terhenti. Dia mengangkat wajahnya memandang siapa yang telah
berada di hadapannya. Ternyata adalah baginda Muhammad SAW. Gadis yatim itu menganggukkan
kepala sebagai pertanda menyetujui tawaran nabi.
Rosululloh
menggandeng tangan kecil anak itu, membawanya menuju kediamannya. Sesampainya
di rumah, anak itu dibersihkan oleh tangan nabi. Menyisir rambutnya, dan
diberikan pakaian yang indah. Memberikan makanan, dan beliau jua mengantar gadis kecil itu bermain bersama
anak-anak lainnya.
Subhanallah,
inilah kelembutan hati nabi kita. Anak itu kini telah memiliki seorang ayah
yang terbaik. Seorang nabi penutup yang membawa cahaya kebenaran.
Ikwani,
Semoga kisah tadi mampu
menginspirasi kita untuk semakin peduli kepada lingkungan sekitar kita. Di
sekitar kita masih banyak anak-anak yang kurang beruntung. Bagi mereka,
kepedulian kecil yang kita bagi adalah bernilai besar. Berbahagia di hari raya
bersama orang-orang tercinta. Nabi SAW bersabda : "Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga
kelak", sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan
telunjuknya, demikianlah sabda baginda s.a.w. (H.R.
Bukhari). Dan pada kesempatan lain beliau pun berkata : "Sebaik-baik rumah tangga muslim ialah
yang di dalamnya ada anak yatim yang dilayani dengan baik"
(H.R. Ibnu Majah).
Firman
Allah SWT dalam Surat Al Ma’un : 1-7:
Rabu, 22 Juni 2016
PUISI DAN LAGU GURUKU TERSAYANG
Guruku tercinta
Karya : CINDY AULIA RAMADHANI
Waktu berganti enggan terhenti
Batang usiaku menjelang dewasa
Kau berikan kasih sepenuh hati
Dengan penuh sayang dan cinta
Saat dinanti telah tiba
Ku tetap teringat jasamu
Tak sedikit meski coba terlupa
Atas semua bekalmu padaku
Kala termenung di kesepian
Teringat lagi akan sosokmu
Terngiang kau berkata
Tuntutlah ilmu dan capailah cita-citamu anakku
Laksana sejuk tetesan embun di pagi hari
Hari ini kita berpisah
Namun hati tidak terberai
Hati ini sedih bercampur resah
Guruku…
Kenang … kenanglah kami
Yang dulu datang haus akan ilmu
Dan kini akan jauh pergi
Oh guruku…
Kaulah kebanggaanku
Tertoreh dalam di hati sanubari
Janjiku takkan kecewakanmu
Terpatri sepenuh jiwa dalam hidupku
Langganan:
Postingan (Atom)