Selasa, 05 Juli 2016

MEMAKNAI 1 SYAWAL 1437 H



Bulan Ramadhan 1437 H telah pergi dari tengah kita dengan meninggalkan begitu banyak kesan. Serasa masih ingin berada di bulan yang dirindui itu. Bagaimana tidak, didalamnya terdapat banyak amalan yang dinilai pahala berlipat ganda dan di turunkannya malam lailatul qadar satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bagi orang yang beriman, kehadiran Ramadhan selalu dinanti dan dirindui untuk meningkatkan ketaatan kehadirat Allah Ta’ala. Dengan melaksanakan amaliah-amaliah di bulan Ramadhan penuh keikhlasan mengharapkan ridho ilahi.
Alangkah meruginya manusia ketika di berikan Ramadhan justru tidak mampu merubah ketaatannya selepas bulan suci itu berlalu. Aktivitas di siang hari tidak lebih dari menantikan datangnya saat berbuka puasa, berhibur, alokasi dana lebih untuk santapan berbuka dan sahur. Ada yang mengisi Ramadhan dengan pemborosan sehingga sangat jauh dengan tujuan dihadirkannya Ramadhan yakni menjadi insan yang bertakwa.
Bagi umat yang beruntung, dia akan mengisinya dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, berbagi dengan fakir miskin, merenungi segala kesalahan di masa lalu dan berusaha memperbaikinya, memperbanyak zikir, menjauhi kefasikan dan kemusrikan.  Sehingga dia akan benar- benar merasakan keindahan yang hakiki di bulan suci. Dan selalu memohon kepada Allah Ilahi Robbi agar dipertemukan lagi dengan Ramadhan yang akan datang.
Sabda Rosulullah SAW :
“Seandainya umatku tahu keutamaan bulan puasa, tentu mereka akan meminta supaya bulan yang ada dijadikan puasa selamanya. (HR. Ibnu Majah).

Kualitas keimanan semakin lebih baik, tarbiyah dikala Ramadhan diaplikasikan dalam kehidupan. Bukan dengan anggapan “Ketika Ramadhan berlalu maka berlalu jualah hikmah ramdhan”. Semoga kita tergolong pada orang-orang yang beruntung. Amiin ya robbal a’lamiin.
Kini 1 syawal telah menemui kita. Iedhul Fitri pun tiba. Hati kita bergetar tatkala takbir, tahmid dan tahlil bergema. Umat Islam bersuka cita menyambut Iedhul Fitri. Bahagia karena telah menyelesaikan rangkaian ibadah Ramadhan sembari mengharapkan pahala dari Allah SWT. Bahagia karena kembali pada kesucian. Bahagia karena Islam tetap tegak berdiri di bumi Allah.
Iedhul Fitri bagi kita di Indonesia dijadikan sebagai momentum berkumpul bersama keluarga. Mempererat silaturrahmi saling bermaaf-maafan dengan mengunjungi tetangga dan kerabat.  Dalam Al Qur’an di jelaskan bahwa:
Artinya :
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syura : 43)

Ikwani,
Firman Allah SWT:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(Al Imron:103)

Mari kita maknai Hari Raya Iedhul Fitri 1437 H dengan semakin meningkatkan tali ukhuwah Islamiyah. Karena dengan eratnya tali ukhuwah diantara kita akan mampu menumbuhkan kerukunan hidup berbangsa dan bernegara ditengah perbedaan dalam menggerakkan roda pembangunan nasional. Selamat Hari Raya Iedhul Fitri 1 Syawal 1437 H.  Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik.

Rabu, 29 Juni 2016

BELAJAR DARI KISAH KAN'AN PUTRA NABI NUH AS


Pada beberapa kasus, anak lebih patuh dan bersikap baik kepada temannya dibandingkan bersikap santun kepada orang tuanya.  Bercermin pada keadaan masa lalu, ketika norma-norma diaplikasikan bukan terbatas slogan belaka. Anak sangat patuh kepada orang tua mereka. Kelanjutannya diluar lingkungan keluarga adalah anak juga hormat kepada guru dan orang yang lebih tua. Alhasil, prestasi belajar pun adalah sangat baik. Karena rasa patuh telah tertanam dalam keluarga, anak juga turut menerapkannya pada lingkungan sekolah. Sehingga mampu menyerap materi pelajaran secara optimal.
Seharusnya, perkembangan tekhnologi dan informasi menjadikan segalanya semakin baik. Justru yang banyak digandrungi berupa hal-hal yang mengarah negatip. Misalnya :
v Banyak pilihan jenis game online. Memberikan kesenangan kepada anak karena sikap alamiah usia anak adalah suka bermain. Apabila tanpa kontrol akan memberikan dampak munculnya rasa malas belajar, dan gangguan kesehatan.
v Ragam jejaring sosial. Jika salah dalam menggunakan fungsi positifnya akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Muncul sikap egois, terlalu asik hingga menarik diri dari lingkungan pergaulan sekitar keluarga dan lingkungan.
v Sikap mengutamakan materi. Bersenang-senang, berpesta, dan cenderung mengabaikan kepentingan orang lain.
v Dan sejumlah dampak negatip lainnya.
Ironis jika membandingkannya dengan keadaan sekarang. Begitu banyak keluhan terlontar sebagai efek dari pergeseran nilai. Lumrah jika pada akhirnya kita turut prihatin dan merasa terpanggil dengan kondisi demikian. Karena kita menyadari bahwa anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Kepada mereka lah menumpukan harapan dan cita-cita. Untuk merubahnya, memang tidak dapat dilakukan secara instan.
Anak-anakku ! Anak yang membangkang kepada orang tuanya juga pernah terjadi di kehidupan umat terdahulu. Mari kita simak ceritanya untuk dijadikan perenungan agar kita bisa menjadi generasi yang lebih baik, santun dan menyayangi orang tua kita.

Nabi Nuh AS senantiasa mengajak putranya yang bernama Kan’an untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan perintah Allah SWT. Agar dia selalu berada dalam kebenaran, terlebih harus percaya kepada sumber datangnya kebenaran yaitu Allah ta’ala. Sebagai seorang anak seorang nabi seharusnya dia menjadikan ayahnya sebagai teladan. Seharusnya sebagai orang terdepan yang membela ayahnya. Justru dia menjadi duri bagi perjuangan ayahnya yang membimbing ummat agar mengakui keesaan Allah. Dia menolak nasehat dan ajaran nabi Nuh AS. Membangkang kepada ayahnya yang sudah memberikan peringatan akan turunnya azab dari Allah SWT.
Hati seorang ayah tetaplah seorang ayah. Nabi Nuh AS tidak ingin Kan’an mendapatkan azab bersama orang-orang yang telah tertutup mata hatinya dari kebenaran. Beliau tidak tega apabila putranya harus binasa dalam kekafiran. Berulang kali beliau menasehati Kan’an agar beriman kepada Allah SWT.
Dan tibalah saat azab diturunkan. Firman Allah dalam Surat Al  Mu’minun ayat 23-26 :
 Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. la tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu." Nuh berdo'a: "Ya Tuhanku, tolonglah aku , karena mereka mendustakan aku."
Allah membuka pintu-pintu langit, terjadilah hujan deras disertai topan dan badai. Dan memancar seluruh mata air. Dalam keadaan demikian nabi Nuh AS tetap memanggil Kan’an agar segera menaiki bahtera. Sekali lagi dengan sikap membangkangnya Kan’an menolak seruan nabi Nuh AS. Kisah ini tercantum di Al Qur’an pada surat Hud ayat 42-43 :
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka (Nabi Nuh dan pengikutnya) dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada pada tempat terpencil : “Hai Anakku naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah. Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan Gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan (QS. Hud, 11 :42-43).
                Anak-anakku!  Kan’an dibinasakan bersama orang-orang kafir. Walau Kan’an adalah putra nabi Nuh AS, nabi Nuh tetap tidak dapat menyelamatkannya. Oleh sebab pembangkangan kepada ayahnya. Kedurhakaan yang sangat besar kepada orang yang telah menjaga dan merawat semenjak kecil hingga dewasa dengan penuh curahan rasa kasih sayang. Karenanya, bersikap sopan dan santunlah kepada orang tua kita. Lemah lembut bersikap kepada mereka. Dan jadikan kisah Kan’an sebagai pelajaran dalam hidup.
                Memang benar jika seorang ayah tidak merasakan besarnya penderitaan seperti penderitaan yang dialami oleh ibu. Dimana seorang ibu berjuang, bersusah payah mengandung, melahirkan dan menyusui. Namun jasa seorang ayah juga tidak kalah besarnya. Dia mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Bekerja keras membanting tulang, dan sering kita mendengar dan menyaksikan banyak ayah yang gugur saat berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Bukannya uang yang dibawa pulang, justru jasad kaku yang sudah tidak bisa lagi menghidupi keluarga. Kita tidak akan pernah bisa membalas pengorbanan mereka sampai kapan pun. Tapi rasa hormat dan patuh kita kepada mereka dapat menjadi semangat dan motivasi bagi mereka.
                Renungkan sebuah kalimat bijak yang berbunyi: “Semua orang belum tentu bisa hidup sampai tua, namun semua orang pastilah memiliki orang tua”. Perlakukan mereka dengan baik, penuh kasih sayang dan kesopanan. Niscaya Allah pun akan mencurahkan rahmat_Nya dalam kehidupan kita. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada kita. Amiin.

Senin, 27 Juni 2016

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK


Problematika dalam hidup adalah sesuatu yang menyertai juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ketepatan berpikir dan kemampuan memanajemen emosional merupakan kunci dalam menangani problematika tersebut. Walau tak sedikit yang tak menyadari itu. Dan tentunya tidak segala bentuk problem dapat dilampaui oleh pribadi yang menerima rintangan dan tantangan itu.
Dengan adanya problem dalam kehidupan, maka disitulah menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk terbaik yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Berbeda dan terbaik dibanding makhluk lain yang juga diciptakan karena diberikan potensi untuk berfikir dengan segenap kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kembali pada pernyataan bahwa tidak segala bentuk problem dapat dilampaui oleh pribadi yang menerima rintangan dan tantangan. Disinilah menunjukkan bahwa manusia juga sebagai makhluk sosial. Berhubungan dengan pribadi lainnya, untuk saling melengkapi dan berinteraksi serta saling mempengaruhi antara satu individu dengan individu lainnya.
Jika dihubungkan dengan aktivitas di dunia pendidikan. Istilah saling mempengaruhi juga merupakan konsumsi pokok dalam rangka menuju arah kemajuan yang ingin dicapai. Kemajuan pencapaian peserta didik dipengaruhi oleh pola pengajaran yang diberikan guru. Dan kemampuan guru memberikan solving problem berkat pengaruh dari kondisi yang dialami oleh peserta didik. Dalam hal ini ada sebuah mata rantai yang berhubungan. Antara guru dan peserta didik.
Salah satu permasalahan umum yang sering kita temukan dalam menunaikan aktivitas selaku pengajar adalah tingkat kepercayaan diri peserta didik. Sering ditemukan kasus bahwa peserta didik tidak mampu bersaing, merasa minder, tidak yakin terhadap potensi dirinya, malas mencoba yang kelak berujung pada kondisi prestasi belajar dan kemampuan mengembangkan diri. Padahal, pendidikan ditempatkan untuk mempersiapkan generasi yang tangguh. Generasi yang mampu menghadapi perubahan zaman yang semakin kompetitif.
Maka peranan guru sebagai seorang kreator menjadi vital. Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk semakin mengembangkan minat dan bakatnya. Selalu memfasilitasi semisal mengikuti perlombaan-perlombaan yang dilaksanakan oleh berbagai komponen masyarakat. Dengan demikian mereka akan belajar banyak hal berdasarkan pengalaman yang telah dialami. Meningkatkan kecakapan dan memperbaiki kekurangan demi pencapaian sempurna. Senada dengan sebuah konsepsi bahwa “ Pengalaman sebagai guru terbaik”.
Seperti halnya yang dilakukan oleh segenap pengajar dan pelatih di SDN. 003 Samarinda Seberang. Sepanjang tahun ajaran 2015/2016 ini telah mengikuti berbagai perlombaan. Dengan perolehan prestasi membanggakan. Ini adalah bentuk kesadaran bahwa dengan semakin sering menampilkan kemampuan peserta didik di khalayak umum maka akan semakin menumbuhkan rasa percaya diri kepada peserta didik serta kebanggaan sebagai komponen pendidikan. Menumbuhkan rasa percaya diri itulah yang menjadi reward mengapa harus sering mengikuti kegiatan lomba.
Sebagai contoh pada ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FL2SN) tahun 2016, sejumlah prestasi diperoleh peserta didik SDN.003 Samarinda Seberang. Meskipun tidak di semua cabang lomba dapat melanjutkan kiprahnya di level selanjutnya. Dan untuk pertama kalinya, cabang lomba pantomin dapat melanjutkan ke level tingkat provinsi. Sebuah pencapaian yang membanggakan mengingat dalam tempo yang terbilang singkat, Bapak Adi Satria Hermawan, S.Pd berhasil mengarsiteki kontingen pantomin SDN.003 Samarinda Seberang hingga mencapai juara.
Prestasi ini diharapkan akan terus berlanjut. Mengingat semakin jauh mengikuti lomba maka akan semakin memberikan peluang besar kepada peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Dan diharapkan pula jika prestasi yang diperoleh mampu ditularkan pada cabang-cabang lomba lain dimasa-masa yang akan datang.

Memang untuk berbicara jumlah perolehan bilangan prestasi lomba, prestasi yang dimiliki belum sebanyak yang diperoleh oleh beberapa sekolah lain. Tugas kami adalah selalu berinovasi dengan kapasitas dan sumberdaya yang tersedia. Tidak pernah lelah mencoba. Karena dengan mengikut sertakan peserta didik dalam kompetisi merupakan salah satu cara jitu menumbuhkan rasa percaya diri mereka disamping metoda lainnya. Dan tentunya berpengaruh pula pada kinerja guru memacu pencapaian prestasi siswa. Rasa percaya diri akan menjadi modal mereka dalam menjalani tantangan dimasa depan. Walau demikian adanya, do’a dan restu serta dukungan tetap menjadi harapan kami.

Jumat, 24 Juni 2016

KEPEDULIAN TERHADAP ANAK YATIM



Ramadhan 1437 H tak berapa lama lagi akan beranjak pergi. Sungguh terasa berlalu begitu cepat, padahal masih dirindui. Ada keengganan hati untuk berpisah .Kedamaian masuk ke segenap penjuru rumah tangga muslim. Lantunan ayat suci Al Qur’an bergema menggugah jiwa. Prilaku orang berpuasa menumbuhkan semangat untuk beramal. Kita lebih banyak mendengar ucapan-ucapan yang menginspirasi, nasehat petuah yang bersumber dari kalam Ilahi dan Hadist Nabi. Dan kita juga telah banyak belajar untuk bersikap bijak di tengah perbedaan. Dan inilah berkah dan rahmat dai Allah SWT yang diberikan kepada orang yang bertaqwa.
Di penghujung Ramadhan ini, marilah kita tingkatkan amalan-amalan. Lebih mendekatkan diri kepada Allah. Lebih banyak bersyukur daripada mengeluh. Memperbanyak sholat malam, menjaga tutur dari hal-hal yang keji dan sia-sia. Semakin meningkatkan kepedulian terhadap sesama di sekitar lingkungan kita.
Karena, lingkungan sekitar adalah merupakan ladang untuk beramal. Perlu kepekaan perasaan, hati dan jiwa guna menyikapi kondisinya. Semisal mencermati kesenjangan sosial. Kesenjangan itu ditandai dengan adanya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, sekat antara jelata dan penguasa. Jarak antara yang jaya dan yang papa. Jika kondisi tersebut dibiarkan begitu saja, tanpa apa kepedulian. Atau kepedulian sebatas kata tanpa tindakan nyata. Maka kita meyakini bahwa justru itu akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat kita. Suatu kondisi berbanding terbalik dengan cita-cita bangsa kita, yakni “Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.”
Perhatikan firman Allah SWT:


Artinya :  Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’rof : 96)

Ikwani,
Mari kita renungkan sebuah kisah Rosulullah SAW dan seorang anak yatim di hari Iedhul Fitri !
Kisah ini terjadi di kota Madinah. Adalah sebuah kebiasaan Nabi kita di setiap pagi Iedhul Fitri, beliau mengunjungi setiap rumah, melihat secara langsung kegembiraan kaum muslimin di hari raya.
Semua tampak gembira, tanpa terkecuali kebahagiaan itu dirasakan oleh pula anak-anak (*kenanglah bagaimana kebahagiaan kita di hari raya saat masih anak-anak berada di tengah orang-orang yang kita cintai, dan mungkin mereka kini telah tiada).. Mereka berbahagia dibalut oleh pakaian yang indah.
Ditengah perjanan, tiba-tiba pandangan Rosululloh tertuju pada satu sudut jalan. Beliau melihat ada seorang anak kecil yang tampak tak terurus. Seharusnya, gadis kecil itu turut berbahagia seperti kebahagiaan yang menghampiri kawan-kawan sepermainannya yang lain. Gadis kecil itu menangis tersedu menutupi wajahnya. Seakan tak kuasa mengangkat wajah karena rasa duka nan mendalam. Nabi kita melangkah menghampiri gadis kecil tadi. Dengan kelembutan hatinya, Nabi mengelus kepala gadis kecil itu sembari bertanya “Mengapa kamu menangis? Bukankah ini adalah hari raya?
Gadis kecil itu tetap tak mengangkat wajah, dan dia mulai bercerita tentang kesedihan yang menimpanya. Dia bercerita bahwa telah menjadi harapan berbahagia di hari raya bersama dengan orang tua. Sementara aku hanya bisa mengenang ayahku yang kini telah tiada. Ayahku telah mati syahid berjuang meninggikan agama Allah SWT. Kini tiada lagi ayah yang selalu menyayangiku, membahagiakanku di kala hari raya. Sementara alangkah bahagianya mereka bersama para orang tua. Kini aku adalah seorang yatim. Karena itulah aku menangis.
Nabi kita sangat terharu mendengar kisah anak kecil itu. Beliau membelai lagi kepala gadis kecil itu dan dengan tulus berkata : “Anakku, apakah kamu ingin jika aku menjadi ayahmu? Apakah kamu ingin jika Fatimah menjadi kakak perempuanmu? Dan maukah kamu jika Aisyah sebagai ibumu?
Seketika tangisan itu terhenti. Dia mengangkat wajahnya memandang siapa yang telah berada di hadapannya. Ternyata adalah baginda Muhammad SAW. Gadis yatim itu menganggukkan kepala sebagai pertanda menyetujui tawaran nabi.
Rosululloh menggandeng tangan kecil anak itu, membawanya menuju kediamannya. Sesampainya di rumah, anak itu dibersihkan oleh tangan nabi. Menyisir rambutnya, dan diberikan pakaian yang indah. Memberikan makanan, dan beliau jua  mengantar gadis kecil itu bermain bersama anak-anak lainnya.
Subhanallah, inilah kelembutan hati nabi kita. Anak itu kini telah memiliki seorang ayah yang terbaik. Seorang nabi penutup yang membawa cahaya kebenaran.

Ikwani,
                Semoga kisah tadi mampu menginspirasi kita untuk semakin peduli kepada lingkungan sekitar kita. Di sekitar kita masih banyak anak-anak yang kurang beruntung. Bagi mereka, kepedulian kecil yang kita bagi adalah bernilai besar. Berbahagia di hari raya bersama orang-orang tercinta. Nabi SAW bersabda : "Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga kelak", sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan telunjuknya, demikianlah sabda baginda s.a.w. (H.R. Bukhari). Dan pada kesempatan lain beliau pun berkata : "Sebaik-baik rumah tangga muslim ialah yang di dalamnya ada anak yatim yang dilayani dengan baik" (H.R. Ibnu Majah).
                Firman Allah SWT dalam Surat Al Ma’un : 1-7:



Rabu, 22 Juni 2016

PUISI DAN LAGU GURUKU TERSAYANG



Guruku tercinta

Karya : CINDY AULIA RAMADHANI

Waktu berganti enggan terhenti
Batang usiaku menjelang dewasa
Kau berikan kasih sepenuh hati
Dengan penuh sayang dan cinta
Saat dinanti telah tiba
Ku tetap teringat jasamu
Tak sedikit meski coba terlupa
Atas semua bekalmu padaku
Kala termenung di kesepian
Teringat lagi akan sosokmu
Terngiang kau berkata
Tuntutlah ilmu dan capailah cita-citamu anakku
Laksana sejuk tetesan embun di pagi hari
Hari ini kita berpisah
Namun hati tidak terberai
Hati ini sedih bercampur resah
Guruku…
Kenang … kenanglah kami
Yang dulu datang haus akan ilmu
Dan kini akan jauh pergi
Oh guruku…
Kaulah kebanggaanku
Tertoreh dalam di hati sanubari
Janjiku takkan kecewakanmu

Terpatri sepenuh jiwa dalam hidupku